padapanik.com - Ratusan orang yang sedang asik menikmati nuansa
malam di Jalan Asia Afrika pada Sabtu (25/04) malam dikejutkan oleh cahaya
yang memancar ke arah gedung putih bertuliskan Gedung Merdeka. Tak lama
berselang, terbentuklah sebuah visual yang menggambarkan puing-puing bangunan
tua berwarna coklat di dinding gedung. Didukung dengan sound effect yang dramatis, bangunan yang telah berdiri sejak tahun
1895 ini seolah hidup dan membawa pengunjung yang hadir menuju mesin waktu saat
pertama kali gedung merdeka dibangun. Melalui ilustrasi gambar bergerak, sebuah
peristiwa sejarah Konferensi Asia Afrika (KAA) dikisahkan dengan cara yang
menarik.
Ratusan pasang mata terpaku dan menikmati suguhan audio visual yang ditampilkan oleh tim
Sembilan Matahari. Gedung yang kental akan arsitekutur Belanda ini berhasil
mengundang perhatian pengunjung untuk menyaksikan film dokumenter di peringatan
KAA yang ke 60 tahun di Bandung. Hampir setiap moment yang ditampilkan dalam video, berhasil menyihir pengunjung
untuk bereaksi. Ketika sebuah tembang “Halo-Halo Bandung” berkumandang, secara
spontan penonton serempak bersorak ikut bernyanyi. Begitupun saat tokoh
Soekarno muncul, penonton yang berdecak kagum meyambutnya dengan bertepuk
tangan.
Ini dia sebuah karya video mapping yang memadukan seni design dan film. Lewat karyanya, Sembilan Matahari berusaha untuk melibatkan
gedung sebagai saksi sekaligus pelaku sejarah yang terjadi 60 tahun silam.
Serpihan bangunan yang divisualisasikan melalui animasi pada awal pemutaran video mapping, menjadi gambaran sejarah terjadinya
aksi solidaritas KAA yang dilatarbelakangi oleh faktor Perang Dunia kedua. Creative Head PT. Sembilan Matahari, Adi
Panuntun mengatakan, “Sejarah pernah lahir di sini, kita pernah menjadi
perhatian dunia karena berhasil membuat pemikiran yang menginspirasi. Bukan
hanya bangga, kita bisa menyerap pesannya dan mengimplementasikan pada
situasi-situasi sekarang cenderung nyinyir dan apatis.” Itulah alasan mengapa
Sembilan Matahari memilih video mapping
sebagai media mereka untuk menyampaikan pesan.
Dibutuhkan waktu dua minggu bagi Sembilan matahari
untuk menuntaskan project video mapping
ini. Tiga buah proyektor 16.000 lumens,
komputer dengan spek tinggi, dan software video menjadi peralatan wajib
untuk mengahasilkan sebuah karya video
mapping. Namun, teknologi canggih masih belum cukup, dibutuhkan Sumber Daya
Manusia kreatif untuk menghasilkan video
mapping yang berkualitas. Lewat karya dokumenter ini, Sembilan Matahari
mencoba melibatkan anak muda kreatif untuk ikut andil dalam proses penggarapannya.
Untuk mengahasilkan video mapping yang berdurasi sekitar 15 menit ini, mereka
berkolaborasi dengan penggiat animasi dan visual
efect Kampung Monster. Sebelum tahap produksi, mereka juga melakukan proses
riset sejarah mengenai peristiwa KAA melalui buku, internet, arsip-arsip
sejarah, internet, dan survey ke Museum Asia Afrika.
Keterlibatan Sembilan Matahari dalam peringatan KAA merupakan
salah satu bentuk tanggung jawab moril yang mereka emban sebagai warga Bandung.
“Kita ingin menyuguhkan sesuatu yang inovatif dan memanfaatkan konferensi asia
afrika moment penemuan, tidak hanya
penemuan media inovatif, tapi kita juga ingin masyarakat bisa merasakan roh
yang pernah terjadi dalam sejarah asia afrika dan lebih mencintai sejarah,” katanya.
Menggunakan ruang publik sebagai sarana pemutaran video mapping bukan pertama kalinya
dilakukan oleh Sembilan Matahari. Ini menjadi project kesepuluh setelah
sebelumnya sempat menggelar project serupa
di Gedung Sate, Museum Fatahilah, Museum Batik Pengalongan, dan tempat lainnya.
Ketertarikan Sembilan Matahari terhadap bidang video mapping berawal dari interest
para pelaku terhadap eksplorasi design dan film. Video mapping menjadi dua displin yang mempertemukan kedua unsur
tadi. Bahkan seni arsitektur bangunan menjadi tantangan tersendiri karena
setiap gedung memiliki design yang
berbeda.
Sembilan matahari sendiri terbentuk dari orang-orang
yang bermodalkan atas ketertarikan yang besar terhadap dunia kreatif, bukan
bermodalkan materi besar. Meskipun baru berdiri pada tahun 2007, dalam urusan
karya keberadaan Sembilan Matahari patut diperhitungkan. Berbagai penghargaan
internasional pernah diraihnya seperti 1st
winner di Official Selection di Maping Festival Geneva 2013, Zuhi Media Art Festival Jepang 2013, dan 1 st
winner di Moscow Internasional
Festival Circle of Light 2014. Adi mengungkapkan bahwa kedepannya, dia
bersama Sembilan Matahari akan terus melakukan eksplorasi dalam bidang film
untuk terus menghasilkan inovasi yang menginspirasi.
Oleh : Feari
Foto : Dewe
Tidak ada komentar:
Posting Komentar