Padapanik.com - Malam minggu atau sabtu malam di identikan dengan malamnya bagi mereka yang pacaran. "hujan dimalam minggu" dikarenakan doa jomblo yang terkabulkan sudah menjadi jokes yang cukup dikenal banyak orang. Tapi malam itu (11/4) adalah malam minggu yang cerah, tidak ada hujan, bahkan gerimis sedikitpun. Sepertinya hujan di Bandung hari itu berpindah ke Dago Tea House. Sebuah Konser Kolaborasi bertajuk "Kita Sama Sama Suka Hujan" menjadi magnet malam itu. Bagaimana tidak, Sekitar pukul 17.00 Tiket sudah dinyatakan Sold Out meskipun antrian penukaran tiket masih panjang dan acara masih dimulai kurang lebih 3 jam lagi. Beberapa pengunjung terlihat menyesal karena tidak kebagian tiket dan akhirnya harus berbalik arah mencari alternatif malam minggu hari itu.
Adalah Ananda Badudu, Rara Sekar, Gardika Gigih Pradipta, Layur, Suta Suma dan Jeremia Kimoshabe yang menyebut diri mereka penikmat hujan atau Suara Awan. Pertemuan musisi-musisi muda berbakat ini secara tidak sengaja bertemu dan saling mengagumi karya satu sama lain melalui Media sosial Soundcloud dan akhirnya bertemu di Jogjakarta. Kolaborasi nuansa folk akustik dari duo Banda Neira, Piano instrumental berkelas ala Gardika Gigih, Nuansa Guitar elektrik dari Layur dan Duo String yang memegahkan musik mereka akhirnya di pentaskan april 2014 lalu di Jogjakarta dengan tajuk "Suara Awan, Sebuah Pertemuan". Dan tahun 2015 adalah giliran Jakarta dan Bandung. Alih-alih musik mereka di konser sebelumnya terlalu di dominasi rasa emosi yang terlalu gelap. Akhirnya dengan rentang waktu setahun, Musik kolaborasi ini menjadi lebih matang dan siap pentas kembali dengan tajuk yang berbeda dari sebelumnya. "Kita Sama Sama Suka Hujan" menyadarkan kesamaan musik mereka yang banyak bercerita dan terinspirasi dari hujan.
Tirai terbuka, kemegahan coba di hadirkan dengan perpaduan Guitar elektrik, Perkusi, Glockenspiel, Biola, Cello dan Piano klasik, "Hujan dan Pertemuan" karya Gigih, menjadi lagu pembuka malam itu sebagai sebuah salam hangat kepada penonton yang hadir malam itu. Perkusi? Ananda Badudu di lagu tersebut ditugaskan bermain Perkusi, tidak seperti biasanya dengan gitar akustiknya. Namun dibeberapa lagu, Layur juga melaksanakan tugasnya untuk bermain perkusi. Di beberapa lagu, Rara Sekar juga memainkan efek suara dan Loop station untuk menghadirkan efek suara yang megah dan ramai layaknya sebuah choir. Lagu ketiga malam itu, giliran penonton diizinkan bernyanyi. "Hujan di mimpi" dengan aransemen ala kolaborasi tersebut. Tentu ratusan penonton yang ada di Dago tea house malam itu di dominasi oleh fans Banda Neira yang tentu sudah menunggu untuk bernyanyi bersama.
"Ocean Whisper" karya Layur menjadi lagu selanjutnya. Pria yang bernama asli Febrian Muhammad ini menjadi lead vocal pada lagu ini. Dilanjutkan masih dengan karya Layur berjudul "Suara Awan" yang diciptakannya ketika naik gunung.
"Mungkin menurut dia, Suara awan yah kayak gini" ujar Rara. Layur sendiri terlihat sangat canggung setiap kali mencoba bercerita atau berinteraksi dengan penonton. Hal ini memancing tawa penonton setiap mendengar komentar-komentar nya yang terkesan gugup dan anti klimaks
Selanjutnya penonton dikejutkan dengan lagu terbaru dari Banda Neira sebagai bocoran untuk album kedua mereka berjudul "langit dan laut". Lalu di lanjutkan dengan "Daun" kembali dari karya Layur. Tidak terasa, lagu "Daun" tadi mengingatkan penonton bahwa konser ini sudah berjalan setengah. Dan tirai panggung ditutup untuk break selama 10 menit. Tapi penonton hari itu seperti terbius dan tidak mau beranjak, bahkan beberapa penonton berpindah ke tempat yang dekat dengan panggung.
Setelah break, Lagu berjudul "Kereta Senja" karya Gardika Gigih menjadi lagu selanjutnya. Kali ini Ananda menggunakan pluit sebagai instrument tambahan. Lagu ini memang membawa nuansa lain di venue malam itu. Piano klasik dan Suara Biola / Cello sangat pas untuk mewakili makna lagu ini.
Memejamkan mata dan menarik nafas sejenak, Lagu ini membius ratusan penonton yang tidak bersuara dan hanya mendengar dan menikmati sebagai penonton yang baik.
Lalu mereka bercerita tentang pertemuan mereka, Betapa mereka mengagumi karya satu sama lain. Bahkan Rara Sekar sempat mengira bahwa Gardika Gigih dan Layur berasal dari luar negeri. Gigih dan Duo string Jimi dan Suta adalah musisi yang lahir dari Institut Seni Indonesia. Mereka kemudian saling memuji satu sama lain sebelum akhirnya melanjutkan setlist mereka. Lagu selanjutnya berjudul "Tenggelam" karya Gigih yang menjadi Soundtrack film "To Home" dan sudah pernah di mainkan di Okinawa, Jepang. Menurut Rara, Nuansa nya Keroncong Post Rock diikuti tawa penonton. Lagu ini pada awalnya adalah instrumental, ditambahkan sebait lirik oleh Banda Neira dan akhirnya sempat di rekam dan dinyanyikan oleh Leilani Hermiasih (Frau).
"Derai-derai cemara" adalah musikalisasi puisi terbaru dari Banda Neira. Puisi dari Chairil Anwar itu diciptakan sebelum beliau wafat. Penggalan puisi tersebut menuturkan "Hidup hanya menunda kekalahan" lagu ini cukup emotional dan cukup menjadi alasan mengapa album kedua mereka wajib di tunggu. Lalu dilanjutkan dengan "I'll take you home" karya Gigih yang mengaku mendapatkan inspirasi dari curhatan teman kontrakannya yang ditinggal kekasih nya jauh. Lagu ini salah satu masterpiece dari Gardika Gigih yang kental sekali membawakan nuansa kerinduan pada komposisi musik yang luar biasa dan di aransemen megah oleh kolaborasi tersebut. Dan akhirnya beberapa lagu seperti "labuh", "dan hujan" menjadi lagu selanjutnya yang sangat menghibur. Tirai kembali ditutup tanda berakhirnya pertunjukan.
Namun setelah menghitung-hitung jumlah lagu yang dimainkan, harusnya ada 1 lagu lagi biar jumlah lagu yang dibawakan pas 15 buah lagu. Para penonton pun akhirnya berteriak meminta pertunjukan dimulai lagi. Dan benar saja, Tirai terbuka dan lagu "Diatas kapal kertas" menjadi lagu penutup. Namun dibawakan dengan sedikit santai dan heurey. Satu persatu dari mereka memainkan skillnya, Gigih dengan skill piano nya yang sudah tidak diragukan lagi, Penampilan memukau Jimi dan Suta, Lalu giliran Ananda yang bermain gitar klasik. Rara sendiri yang sebelumnya tidak menyiapkan apa-apa akhirnya kembali memainkan Loop station nya dengan bermain beatbox seadanya. Belum puas dengan aksinya, Rara bernyanyi menggunakan efek suara laki-laki yang membuat penonton tertawa. Lalu Layur yang sialnya saat itu sedang tidak bersama gitar elektriknya, melainkan dengan perkusi. Penonton yang sejak awal tertawa melihat kecanggungan pria yang biasa di panggil Pepi itu bersiap-siap tertawa ketika giliran ia bermain solo perkusi.
Konser ini ditutup dengan pas, 15 buah lagu dengan aransemen yang megah dan mengagumkan, Dekorasi, Sound System, Lightning dan semua yang bekerjasama dengan baik membuat konser ini menjadi sangat memorable. Ananda juga berterimakasih dan memuji terhadap Sorge sebagai pelaksana konser tersebut. Sorge sendiri adalah Koperasi Mahasiswa Unpar yang sebelumnya sangat berjasa dalam proses album Banda Neira. Konser ini tidak hanya mengobati rasa kangen terhadap penampilan Banda Neira, atau pengetahuan musik baru dengan mendengarkan talent-talent hebat dari Yogyakarta. Konser ini menjadi awal untuk menunggu album terbaru Banda Neira dan juga album kolaborasi epic ini yang "harusnya" ada dan pasti bakalan habis terjual sama seperti tiket konser ini. Harus ada!
Oleh : Ari
Foto : Noris
Baca Juga :
Konser Anak sungai, Deugalih & Folks : http://bit.ly/1IP1IME
Konser Art Telling, Under The Big Bright Yellow Sun : http://bit.ly/1D8zeKp
Konser Awake To Decide, Nectura : http://bit.ly/1yym8pY
Tidak ada komentar:
Posting Komentar