Banner

KONSER TENTANG RASA : FRAU DAN KEPEKAAN PANCA INDERA

|

Padapanik.com - Bukan setahun sekali, ataupun dua tahun sekali. Keinginan Liga Musik Nasional (Limunas) untuk konsisten menghadirkan pertunjukan musik berkualitas kembali dilaksanakan di bulan mei. Padahal sebelumnya Limunas bertajuk Konser kota kembang baru saja selesai bulan april lalu dan sukses. Menurut konfirmasi dari pihak Limunas, Konser akan dilaksanakan secara tidak menentu, sesempatnya aja. Setelah sukses menghadirkan White shoes and the couples company, kali ini giliran Leilani Hermiasih bersama Piano nya Oskar dalam sebuah nama besar di skema musik indie Indonesia, FRAU.

Berkolaborasi dengan seniman berbakat, Rukmunal Hakim yang akhirnya terciptalah sebuah artwork yang menjadi desain poster dari konser ini yang ternyata lebih dulu daripada konsep konser nya sendiri. Menurut sang seniman, ia selalu mendengarkan perasaan yang bermacam-macam ketika mendengarkan lagu Frau, yang akhirnya ditangkaplah konsep "Konser Tentang Rasa" yang menjadi perjalanan ke tujuh Liga Musik Nasional. Dan kali ini, Deugalih (Proyek solo Galih Su) dipercaya menjadi pembuka. Saat ditanya "Kenapa pilih Galih?" pihak Limunas menjawab "Kita punya aturan kalau opener itu tidak boleh lebih ribet daripada bintang utamanya".

Setelah mendapat email dari Limunas tentang peraturan konser yang ternyata tidak diperkenankan peliputan saat konser berlangsung. Setelah di konfirmasi kembali, ternyata ini permintaan langsung dari Frau dan Manajemennya. Kami jadi teringat saat pertama kali bertemu Frau di An Intimacy Vol.6 saat itu, Leilani terlihat risih karena terlalu banyak kamera, dan penonton asik dengan aksi merekamnya, bukan menonton pertunjukan musik. "memangnya musik aku lebih enak kalau dilihat lewat lensa kamera yah?" tanyanya lalu meminta teman-teman penonton untuk berhenti merekam di lagu selanjutnya. Mungkin pengalaman tersebut menjadi penyebabnya. Akhirnya kami dan teman-teman media hanya diizinkan untuk mengambil gambar saat gladi resik. Suasana Gladi resik dibuat sangat sesuai, bahkan Leilani sudah menggunakan kostum yang akan di gunakan di malam hari saat konser berlangsung. Saya pun memberi kode kepada kameramen kontributor kami untuk berhenti di 2 lagu terakhir untuk duduk sejenak dan mendengarkan musiknya dengan fokus, kebetulan ini adalah pengalaman pertamanya menonton Frau dan belum pernah mendengar nama Frau sebelumnya. Sayangnya dia tidak membeli tiket untuk konser. Saat Gladi, Frau Mencoba 4 buah lagu, salah satunya lagu baru. Lalu diakhir, kami akhirnya diberi kesempatan berbincang-bincang dengan Leilani dan Pihak dari Limunas.

Menurut Limunas sendiri, Konser Frau sudah direncanakan sejak tahun lalu (2014) setelah ada kesempatan, hanya dalam waktu 2 minggu persiapan, Limunas bekerjasama dengan Institute Francaish Indonesia (IFI) dan Omuniuum. Konser tentang rasa sendiri masuk kedalam pembuka rangkaian Printemp Francais atau Festival musim semi yang berlangsung hingga Juni.

Mari kita masuk ke Konser, Pukul 18.00 kami sudah berada di IFI dan mendapati kabar bahwa tiket telah sold out, Gokil! Limunas lagi-lagi berhasil. Konser jika tidak salah baru di mulai pukul 20.00 dengan dibuka oleh penampilan Deugalih. Suasana sangat intim dan tenang, tidak menggunakan panggung besar seperti biasanya, Frau menggunakan sebuah mini panggung yang dibuat di sudut kanan, mungkin hanya cukup untuk 2 orang. Deugalih di awal mencoba membawakan "The Times They are a-Changin" nya Bob Dylan, Namun Galih gagal mengingat liriknya meskipun sudah di ulang dua kali. Mungkin bagi yang tidak tau Galih pasti berpikir "nih orang kenapa sih?" tapi mungkin yang sudah pernah menonton Deugalih sebelumnya mungkin hanya bisa ketawa sambil ngomong "nih orang emang selalu seenaknya haha". Lagu kedua, terinspirasi dari perjalanannya ke sebuah desa yang melihat langsung aksi anak-anak sekolah yang harus melewati sungai terlebih dahulu untuk menuju sekolah. "Tiga lagu ajalah!" sontak seorang pria (mungkin panitia) yang nyeletuk becanda untuk menyuruh Galih turun melihat dia tidak begitu serius di panggung. Lagu ketiga, salah satu lagu hits dari album "Anak Sungai" Deugalih & Folks. Lagu ini punya cerita tentang Jurnalis perempuan yang sangat di kagumi Galih. Di ambil dari penggalan tulisan Chairil Anwar (Yang terampas dan yang terputus : 1949) berjudul "Buat Gadis Rasyid" yang sontak membuat penonton terdiam, Kualitas musik seorang bernama asli Galih Su terlihat di lagu ini. Lalu dilanjutkan dengan lagu berbahasa Sanskrit berjudul "Puraka" yang dijanjikan akan masuk kedalam album kedua Deugalih & Folks. Meskipun lagu ini lebih bernyawa dalam format full band, Tapi Deugalih tetap berhasil membawakannya. Lalu lagu dan cerita-cerita berikutnya yang diakhiri dengan "When no one sing this song" juga masih dari album yang sama. Sebelumnya Deugalih mengungkapkan rasa syukur nya karena sebelumnya, ia sudah pernah sepanggung dengan musisi-musisi idolanya waktu kecil, dan ketika di tanya oleh seorang temannya, "Kok musisi tua semua, kalau musisi muda siapa?" jawabannya "FRAU! Aku ingin manggung bareng Frau" tegasnya, dan malam itu akhirnya terwujud juga. Bahkan di akhir acara, ia berfoto bersama Leilani layaknya seorang fans yang bertemu idolanya.

Panggung kini kosong, tapi hanya sebentar. Karena Oskar sudah mulai di antarkan ke stand nya di Panggung. Orang-orang mula menunggu dan akhirnya Seorang perempuan penjinak piano bernama Oskar tersebut akhirnya tiba dengan gaun biru tua yang anggun. Venue yang gelap, dengan cahaya sederhana di panggung, 2 vas bunga dan sebuah gelas minuman favoritnya. Yah, Frau telah lengkap diatas panggung, dan tanpa disadari lagu pertama sedang dimainkan. "Sembunyi" lagu pertama, dan pertama kali di bawakan. Lalu dilanjutkan dengan "Empat Satu" penonton masih terdiam dan asik menikmati. Sebelum Frau memulai lagu, Para penonton diberikan sepotong kertas dan sebuah pensil untuk menuliskan kesan untuk Frau nantinya. Yang berbeda dari konser Tentang Rasa ini adalah pengalaman yang berbeda ketika menonton. Tidak hanya Audio maupun Visual, tapi juga konser tentang rasa mencoba merangsang bebauan kita dengan Bebauan yang dibuat selama pertunjukan. Dengan harapan, akan ada perubahan rasa ketika bau tersebut di cium ketika mendengarkan lagu yang dimainkan. Semua indera dianggap memiliki pengaruhnya masing-masing. Oleh karena itu, Konsep ini dibuat. Tidak hanya itu, Penonton juga coba di pengaruhi dengan minuman dalam sebuah botol kaca yang diberikan kepada setiap penonton dengan rasa yang berbeda-beda. Teh tawar, jahe, STMJ, Jus jeruk dan lain-lain coba memberikan rasa baru ketika menonton dan mendengarkan musik Frau. Segala hal tentang kepekaan kita terhadap sebuah rasa.

Leilani dan Oskar mungkin akan tetap menghibur sepanjang apapun setlist yang disiapkan. Tapi sepertinya ia cukup cerdas untuk membaca situasi penonton yang mudah bosan, Karena yang hadir belum tentu semuanya adalah fans berat Frau. Kolaborasi! adalah cara yang tepat!. Erson, seorang pemain trompet dengan style yang cukup unik. Memainkan tuts-tuts pada alat musik tiupnya, dan juga memainkan suara yang dihasilkan dengan dibuka dan ditutup, Hal ini mungkin sering kita lakukan ketika memainkan speaker. "Mr. Wolf" dan "I am Sir" berhasil dihadirkan dengan aransemen yang sedikit berbeda. Setelah break sekitar 10 menit, Frau kembali dengan 2 lagu terbaru "The Butcher" dan "Tukang Jagal" yang menurutnya terinspirasi dari sebuah lukisan. Keistimewaan sebuah konser biasanya hadir jika Sang penampil mempersiapkan lagu-lagu spesial. Setelah 3 buah lagu baru, Kini giliran Frau mengcover lagu yang tidak terduga. "Fake Plastic Trees" dari Radiohead menjadi sasarannya. Bagaimana jadinya?! sulit di jelaskan. Lagu populer ini dibuat masuk kedalam bingkai musik Frau, meskipun tidak sulit mengenalnya kembali. Dan kejutan tidak hanya sampai disitu, sejak awal memasuki venue, sebagian besar mungkin menyadari kehadiran Seorang wanita yang namanya cukup dikenal di Bandung, khususnya penikmat musik Banda Neira, Siapa lagi kalau bukan Rara Sekar. Kehadirannya pada konser malam itu membuat ia harus dipaksa untuk naik ke panggung dan berduet untuk menyanyikan lagu "Rindu" dari Banda Neira. 

Dan selanjutnya Frau mencoba menghabiskan setlist nya, dan sampailah pada tembang-tembang terbaiknya "Mesin penenun hujan", dan "Tarian sari" yang menurut nya lagu yang paling susah dibawakan. Entah berapa lagu, akhirnya sampailah pada penutup. Lagu Melancholic Bitch yang akhirnya direbut menjadi lagu dengan nyawa yang baru oleh Frau akhirnya dibawakan "Sepasang kekasih yang bercinta di luar angkasa" yang akhirnya bagian Ugoran Prasad di rebut oleh penonton yang sejak dari lagu awal hanya diam dan menikmati kali ini mulai mengeluarkan kemampuan vokal mereka meskipun malu-malu. Dan berakhirlah sudah...

Tapi tunggu dulu! Penonton belum mau beranjak dan seperti biasa, meminta lagu tambahan. Sebelumnya ada request aneh-aneh seperti "Sigur Ros" dan Kosong milik "Pure Saturday" tapi ditanggapi dengan tenang oleh Leilani "Duh lagunya susah-susah, saya gak bisa" dan akhirnya lagu apapun yang akan dibawakan nantinya akan tetap menyenangkan. "Loco Mosquito" dari Iggy Pop akhirnya dijadikan lagu penutup Konser Tentang Rasa yang menakjubkan. Kepekaan rasa dari kehadiran berbagai elemen konser, membuat intrepretasi yang bermacam-macam. Yang jelas, Otak akan lebih mudah untuk terus mengingat rasa yang di presentasikan oleh Limunas dan Frau malam itu. Semoga Limunas berumur panjang hingga volume ke 100! haha.

Oleh : Ari
Foto : Donny E.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar