Banner

KAMPUNG JELEKONG : KAMPUNG PARA SENIMAN LUKIS

|

padapanik.com - Kota Bandung kini dikenal sebagai salah satu kota kreatif yang pesonanya mampu menarik banyak minat wisatawan berkat keindahan alam, sajian kuliner, historis, maupun kekayaan budaya yang dimilikinya. Jalan Braga menjadi salah satu jalan tertua yang tak pernah sepi dari pengunjung.  Bangunan-bangunan tua yang kental dengan arsitektur Belanda ini, masih berdiri kokoh dan membuat kawasan ini tetap terjaga akan nilai sejarah.

Hal lain yang juga menambah daya tarik tempat ini adalah deretan lukisan yang terpampang rapih dan tak luput mencuri perhatian wisatawan yang datang untuk sekedar berfoto atau meminang pajangan tersebut sebagai cindera mata.  Namun, tak banyak yang tahu bahwa hasil lukisan tersebut merupakan karya para perajin di sebuah desa yang terletak di daerah selatan Kota Bandung.



Kampung yang terletak di jalan Raya Laswi, Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung ini dikenal dengan sebutan Kampung Jelekong. “Dulu ada pengusaha Aci berdarah Cina, beliau sering pindah-pindah dari Cikawung, Cangkring, terus terakhir pindah ke sini. Nah karena jualannya pindah-pindah jadi lahirlah nama Jelekong. Dalam bahasa sunda jlek artinya pindah,” ujar Ketua Desa Wisata, Irwansyah.

Pada tahun 2011 lalu, Kampung Seni Jelekong diresmikan oleh Pemerintah Kota Bandung sebagai Pedesaan Pariwisata. Kampung yang dihuni oleh lebih dari seribu seniman ini, rutin menghasilkan berbagai karya seni diantaranya wayang dan lukisan. Tidak hanya itu, kampung ini juga memiliki kebudayaan sunda lainnya, seperti pencak silat, sisingaan, dan tari-tarian sunda.




“Kebanyakan potensi perajin disini diperoleh secara otodidak. Mereka terbiasa melihat wayang setiap hari akhirnya timbul kecintaan terhadap wayang begitupun dengan lukisan,” ujarnya.

Seniman lukis, Iman Budiman, 29, menerangkan bahwa ciri khas dari lukisan yang dihasilkan dari Jelekong terbagi ke dalam dua jenis yaitu lukisan industri dan karya seniman. “Jenis lukisan industri itu seperti ikan koi, kuda, pemandangan alam dan lukisan sejenisnya. Berbeda dengan lukisan karya seniman yang sifatnya lebih eksklusif,” katanya.

Untuk menghasilkan lukisan bergaya industri, Iman mengaku tidak membutuhkan waktu yang lama. Dalam sehari dia bisa menyelesaikan satu hingga dua buah lukisan. Hal tersebut berbeda dengan lukisan hasil karya seniman yang tak jarang bisa menghabiskan waktu hingga satu tahun lamanya, tergantung dari mood dan inspirasi sang pelukis.


“Lukisan industri cenderung lebih cepat proses pembuatannya karena gaya melukis dan motif yang dihasilkan itu-itu saja berbeda dengan lukisan seniman yang mengandung filosofi dan punya makna yang berarti bagi sang pelukis,” pungkasnya.


Hasil karya lukisan jenis industri dihargai mulai dari Rp. 50.000 hingga Rp. 1.000.000. Sementara untuk dapat memboyong lukisan karya seniman, konsumen harus merogoh kocek cukup dalam karena harga yang ditawarkan berkisar antara satu juta, sepuluh juta, bahkan hingga menyentuh angka seratus juta rupiah. Tapi hal ini sebanding dengan waktu dan jeri payah yang didedikasikan sang seniman saat mencurahkan buah pemikirannya ke dalam sebuah kanvas.
 Sepak terjang lukisan karya seniman Kampung  Jelekong, rupanya bukan hanya tersebar di Bandung. Iwan mengatakan produk lukisanya lebih banyak didistribusikan ke pulau Bali. “Kalo untuk pemasaran saya pribadi 70% dikirim ke Bali lima ratus lembar perminggu, tapi kalo orderan lagi rame malah bisa sampai seribu. Sebenernya kalo pariwisata kita sudah berjalan tidak usah menjual ke Bali,” paparnya.

Selain lukisan, kampung kelahiran Dalang sekaligus seniman asli tanah sunda, Asep Sunandar Sunarya ini juga terkenal dengan produk wayang goleknya.  Di tangan sang dalang kenamaan ini, wayang golek keluaran Jelekong mulai melebarkan sayapnya hingga ke luar negeri. Rutin melakukan berbagai inovasi, wayang golek Giriharja hingga kini menjadi salah satu kiblat dalam dunia perwayangan.

Anak kandung dari dalang Asep Sunandar, Batara Sena,29, mengatakan kreativitas menjadi kunci yang utama untuk melestarikan kebudayaan wayang tidak habis dimakan jaman. “Peminat mah menurun enggaknya tergantung kita. Ada orang sunda berujar, ngindung ka waktu, mibapa ka jaman. Adaptasi sesuaikan dengan jaman. Dari situ kita dituntut agar wayang laku itu, ya dengan inovasi. Jadi bukan tradisi yg menurun, tapi apresiasi peminat yg meningkat,” paparnya saat ditemui di balai pembuatan wayang.

Harga yang ditawarkan untuk memboyong satu buah aksesoris wayang bervariatif. Jika ingin membeli wayang sebagai cindera mata maka konsumen hanya perlu merogoh kocek Rp.25.000 saja. Namun, wayang asli hasil karya para perajin Asep Sunandar sendiri, dibandorol dengan harga 1,5 hingga 7 juta rupiah, tergantung pada ukuran dan kualitas wayang. 


Penulis dan Foto:
Feari @fearikrisna, Sarjana Jurnalistik yang berkelana menulis feature

Tidak ada komentar:

Posting Komentar