padapanik.com - Cerita rakyat atau folklore memang wajar kalau aneh, tidak banyak tercatat siapa pengarangnya diawal dan terus turun menurun dari generasi ke generasi. Pastinya akan ada banyak improvisasi atau misinformasi yang terjadi karena melewati waktu yang sangat panjang. Jika menyebut cerita-cerita rakyat Indonesia seperti Sangkuriang, Buto Ijo dan Timun Mas, Bawang merah bawang putih pastilah terasa sangat liar absurd. Hal ini ternyata juga terjadi pada folklore luar negeri. Salah satunya adalah cerita rakyat dari negara indah Islandia yang berjudul "Lamb".
Cerita rakyat ini diangkat oleh production house yang akhir-akhir ini banyak dibicarakan yaitu A24 dengan gaya khas nya yang menurut banyak orang indiependen dan horor anti mainstream. Dengan judul yang sama, "Lamb" (2021) menjadi debut Valdimar Johannsson sebagai sutradara dan menjadi film yang ditunggu-tunggu fans A24 yang semakin sering saya temukan di lingkungan sosial.
Sayang sekali, saya belum pernah menonton karya-karya tebaik dari A24 seperti Midsommar (2019) atau The Hereditary (2018) meskipun judul dan prestasinya sering terdengar di telinga saya. Bahkan teman saya yang merekomendasikan film ini pun mengambil embel-embel kalau film ini satu rumah produksi dengan kedua film fenomenal tersebut.
"Ini film horor masa depan!" Kalimat inilah yang membuat saya akhirnya memutuskan untuk ikut menonton film ini.
Ingvar (Hilmir Snaer Gudnason) dan Maria (Noomi Rapace) adalah sepasang suami istri yang sudah lama menikah namun belum punya anak. Mereka tinggal di pedesaan sepi di Islandia dan berprofesi sebagai peternak domba dan juga berkebun. Suatu hari, keduanya sepakat mengambil seorang anak domba di peternakan mereka untuk diangkat menjadi anak.
Dari sinopsis nya saja, kalian pasti akan kaget dan merasa film ini aneh, tidak biasa bahkan cenderung ke ngaco. Film ini membawa premis yang unik dan anti mainstream. Sama seperti yang saya bilang diawal, kalau cerita folklore kemungkinan ngaco nya cukup tinggi. Lamb adalah cerita rakyat yang diangkat kedalam film, wajar saja kalau premis nya saja sudah aneh.
Film ini punya alur yang lambat. Bukan hal baru bagi saya yang sangat menyukai film "27 steps of may" (2018) atau "Istirahatlah kata-kata" (2016). Tapi cerita lamb bikin saya cukup tidak kuat karena beberapa scene-scene nya yang tidak perlu dan meaningless sehingga meskipun lambat, tidak padat bahkan tidak memperkuat apa-apa dalam filmnya. Sangat disayangkan. Anehnya, saya yang begitu penasaran dengan film ini langsung menonton beberapa review-nya di youtube dan mendengarkan pengakuan kalau mereka "ketakutan dengan suasana yang dibangun sejak awal"
hah?
Sepertinya lagi-lagi saya tidak mampu mencerna film ini, atau para fans A24 terbawa-bawa perasaan kalau film ini memang "khusus" untuk penikmat film anti mainstream? Sepanjang film saya malah menikmati suasan tanah luas, bukit hijau, danau, peternakan yang bagus, langit biru, rajutan-rajutan navajo, angin kencang yang berusaha menerbangkan jemuran dan scene-scene khas Islandia lainnya yang membuat saya semakin ingin kesana. Biasanya, efek dari film horor membuat tempat atau sesuatu berubah "image" sehingga merugikan tempat itu sendiri. Misalnya kengerian Rumah sakit di malam hari, sekolah atau citra badut yang sudah tidak lucu lagi. Film ini tidak memiliki kengerian itu.
Btw, film ini dilabeli film thriller supernatural loh. Jadi wajar kalau gak ngeri sama sekali. Bukan film horor kok.
Oh iya, buat yang belum paham dan tidak apa-apa dengan spoiler. Twistnya adalah anak domba tersebut ternyata memiliki badan setengah manusia. kepala domba dengan salah satu tangan nya seperti domba dan sisanya berbentuk manusia. Ia juga berjalan layaknya anak manusia biasa. Dalam hal ini, tidak ada yang membahas hal tersebut dalam film ini. Seolah-seolah biasa saja, Mirip seperti seluruh manusia dalam universe doraemon melihat robot kucing ajaib yang bisa bicara dari masa depan. Gak ada kagetnya sama sekali. Mereka seperti melihat itu hanya domba biasa dan ada pasangan gila yang mengadopsi domba sebagai anak.
Meskipun secara keseluruhan saya gak suka film ini, tapi ada 2 scene yang menarik dan layak diapresiasi secara teknis keseluruhannya. Scene dimana Maria membunuh ibu domba asli dari anak domba yang ia adopsi, terlihat begitu emosional. Selain itu, scene twist ending di akhir dimana anak domba tersebut memeluk ayah angkat nya. Meskipun CGI yang tidak terlalu baik, tapi emosi nya cukup tergambarkan dengan baik. Bahkan lebih bagus dari ekspresi maria saat mendapati kenyataan yang menimpa suaminya.
Disaat film ini mulai terasa membosankan, meskipun saya penasaran dengan kelanjutannya yang misterius, tiba-tiba saja langsung ending. Memang anti mainstream, konflik nya tidak memuncak dan datang tiba-tiba lalu selesai begitu saja. Apakah endingnya mengerikan? bagi saya tidak sama sekali, karena penggambarannya yang tidak memuaskan ditambah lagi suasananya yang cerah. Sepertinya saya belum terbiasa dengan genre baru ini. Saya kesal tapi semakin penasaran dengan film A24 lainnya, tapi mohon maaf untuk film ini saya mewakili padapanik.com untuk memberi rating 6/10
Penulis :
Ashari @arhieashari
Tidak ada komentar:
Posting Komentar