Bereksplorasi...
Adalah cara bertahan yang cukup memutar otak. The SIGIT tidak berhenti dengan musik rock 70an nya dan para fans yang moshing. Sebuah suasana yang berbeda di tampilkan di konser yang berlangsung di Dago Tea House, Bandung tersebut. Tidak hanya berempat, panggung megah juga diisi oleh Choir dan Grup Orkestra "Falzette Music" yang di pandu oleh music composer & arranger, Idhay Adhya.
Bagaimana jadinya musik rock bertemu orkestra klasik?
Sejam sebelum pintu gedung di buka, booth merchandise di serbu pengunjung. Padahal persiapan booth ini terlihat sangat tidak matang. Display kaos yang hanya di tempel menggunakan lakban di pagar, Produk yang tidak tersusun rapi sehingga penjaga kebingungan dengan ketersediaan stock dan bahkan tidak disediakan nya kresek untuk pembeli. "Gak plastik, kita rock n roll disini mah, langsung pake aja" begitu kira-kira.
Setelah pintu di buka, saya melihat pemandangan yang berbeda. Jika penonton The SIGIT biasanya di penuhi dengan anak muda berambut gondrong ala Idolanya, kali ini para pengunjung yang datang jauh lebih rapi, bahkan ada yang menggunakan jas. Hal yang menarik lainnya adalah banyak nya pengunjung berkeluarga dengan style an ala kondangan yang hadir. Mungkin mereka keluarga para personil, tapi hanya sedikit yang duduk di bangku keluarga. Sisanya duduk berbaur dengan penonton lainnya. Sebuah momen langka bagi saya. Sepanjang konser, saya terus melihat ke arah mereka dan cara mereka menikmati konser menjadi perhatian khusus saya.
The SIGIT dengan iringan orkestra sebenarnya bukan lah yang pertama kali. Sebelumnya kami sempat menyaksikan penampilan mereka dengan nuansa yang sama di F2WL (Pensi SMAN 2 Bandung). Kali ini Orkestra yang lebih besar, penambahan choir, penonton yang segmen nya random dan pemilihan tempat yang tidak pas untuk headbang ini membuat saya berpikir The SIGIT akan menjinakan lagu-lagu rock nya menjadi lebih pelan dan manis.
Sayang nya saya salah..
"Detourn" lalu di lanjutkan dengan "Gate of 15th" adalah hal yang mengagetkan untuk saya. The SIGIT membuka show nya dengan konsistensi musik nya dengan penambahan instrument saja. Genre rock dalam diri mereka sepertinya tidak akan hilang meskipun di tonton sambil duduk. Mau teriak susah, Headbang gak bisa, berdiri takut ngalangin, serba salah. Persiapan konser kali ini bisa dibilang sangat baik, letak perbedaan nya jelas pada sound system yang garang tapi lebih enak di dengar di telinga. Semuanya terdengar halus tanpa bising symbal dan bass yang dominan, semuanya bisa dinikmati berbagai kalangan. Halus sekali.
Sayangnya penampilan-penampilan memukau tersebut harus di akhiri dengan "Cognition" dan The SIGIT berpamitan terlalu cepat. Para penonton yang merasa ini belum berakhir masih stay di bangku penonton.
"We want more!"
10 menit kemudian, Rekti dkk kembali keatas panggung tanpa orkestra untuk sebuah encore. Bukan hanya 1, tapi 3 lagu sekaligus. "Black Summer", "Clove Doper", dan "Black Amplifier". Penonton tetap saja merindukan penampilan the SIGIT dengan format dasar ini hingga akhirnya terpuaskan dan pulang dengan hati senang. Para personil juga memuaskan dirinya dengan aksi panggung selepas-lepas nya. The SIGIT masih menjadi band terbaik di Bandung, saya mengamini itu.
Penulis :
Ashari @arhieashari, menikmati konser dengan demam, batuk dan sedikit aroma terapi.Foto :
Refantho Ramadhan, dokumentasi official dari panitia
No comments:
Post a Comment