padapanik.com - Menggunakan aksesesoris dalam berbusana, tentu
menjadi salah satu cara seseorang untuk tampil modis dan percaya diri di
hadapan umum. Setahun belakangan ini, aksesoris kalung berbahan dasar tulang
sempat ramai di kalangan anak muda Bandung dan menjadi viral di beberapa media
sosial. Seperti yang kita tahu, Bandung yang terkenal dengan industri kreatif
punya puluhan, ratusan, atau bahkan ribuan pengerajin yang merambah bisnis
fashion atau aksesoris. Nah kali ini, Padapanik.com bakal ngulas dan ngajak
kaula muda untuk mengintip buah tangan hasil karya Kosim salah satu pengrajin
asal Bandung yang merupakan salah satu penggagas aksesories berbahan dasar
tulang ini.
Saung Ledieg Art, begitulah sebutan untuk ruang kerja
sekaligus galeri kecil milik Kosim yang terletak di jalan Kanayakan, Dago,
Bandung. Di ruangan kecil bernuansa etnik ini, tumpukan tulang dan limbah
disulap menjadi berbagai aksesoris yang
unik dan bernilai seni tinggi. “Nama Ledieg sendiri diambil dari bahasa sunda
yang artinya kusam. Kenapa namanya ini karena biasanaya barang yang kusam
menambah nilai eksotis sebuah benda”, ungkapnya saat disambangi Padapanik.com
beberapa waktu lalu.
Pria asli Bandung ini,
memulai karirnya sebagai pengrajin sejak tahun 2003 silam. Bisnisnya diawali
dengan memproduksi boneka sederhana yang terbuat dari bahan karung goni.
Bersama rekan-rekannya, Kosim merintis bisnis tersebut dengan modal kecil dan
mengandalkan kreativitas sebagai bahan utama. Melihat kondisi pasar yang
semakin menurun, akhirnya Kosim memutuskan untuk beralih dan melakukan inovasi
dengan membuat aksesoris dari tulang dan limbah.
“Saya gak punya dana
awalnya, orang lebih menghargai barang-barang bekas menjadi karya seni jadi
saya memilih kerajinan ini supaya dihargai orang,” tuturnya. Bahan-bahan yang
dia pakai beragam mulai dari tulang sapi, kucing, taring babi, hingga gigi
beruang. Semua limbah tersebut dia peroleh secara cuma-cuma dari buah tangan
temannya atau hewan peliharaan yang sudah mati. Tak jarang dia mencari sendiri
bangkai kucing dan tikus untuk memenuhi kebutuhannya menghasilkan aksesoris
yang cantik.
Meskipun Kosim tidak pernah mengenyam pendidikan di bidang seni, ide membuat aksesoris ini murni berasal dari hasil pemikirannya. Kalung yang dihasilkan dari tangannya dibandrol dengan harga mulai dari puluhan hingga ratusan ribu tergantung dari bahan dan detail ukiran pada tulang. “Kalau misalnya tulang sapi kan banyak saya udah punya langganan jadi harganya murah beriksar 50 ribu juga dapet, tapi kalo kaya gigi beruang kan jarang jadi harganya bisa sampe 500 ribu hingga satu juta,” tuturnya.
Dua tahun menjalani
bisnis ini, siapa sangka omzet yang dia peroleh kini telah menyentuh angka
jutaan. Dalam seminggu, Kosim mampu mengantongi
10 juta rupiah dari hasil karyanya. Bukan hanya Bandung, rupanya buah
tangan karya Kosim juga mampu memikat pasar internasional.
“Hampir setiap tahun saya
rutin diundang ke Bintan untuk mengajar pengrajin di sana untuk membuat
aksesoris dari limbah. Dari Bintan biasanya hasil karya saya juga dikirim ke
Singapore untuk dipasarkan di sana,” jelasnya.
Sebelum menjadi aksesoris
yang eksotis, ada beberapa tahapan yang Kosim lakukan. Untuk menghasilkan warna
tulang yang putih yaitu dengan melakukan pembusukan tulang selama satu bulan
tanpa dicuci setelahnya.
Selanjutnya tulang yang telah busuk
dikeringkan. Proses ini memakan waktu selama dua minggu hingga akhirnya dicuci
dengan pembersih untuk menghilangkan bau tak sedap yang melekat pada tulang.
Setelah dibersihkan, tulang telah siap
untuk digambar sesuai keinginan, tahap ini dinamakan sketching. Beragam bentuk hasil karya Kosim mampu membius para
pelanggannya, seperti gambar wajah, taring, atau tokoh pewayangan. Konsumen
juga bisa memesan bentuk sesuai keinginannya selama bentuk yang diinginkan
dinilai wajar dan detail yang diinginkan tidak terlalu rumit.
Tahap selanjutnya adalah memotong
tulang sesuai dengan sketsa yang telah dibuat. Pada tahap ini Kosim harus
ekstra hati-hati karena kontur tulang yang lunak rentan patah jika tidak
dipotong dengan teliti.
Setelah memlampaui proses yang cukup
panjang, pengukiran menjadi tahap terakhir yang harus dilakukan. Tidak
membutuhkan waktu lama, untuk membuat ukiran wajah sederhana, Kosim mampu
menyelesaikannya dalam waktu 15 menit saja. “Kalau untuk ngukir sekarang gak
terlalu sulit karena sudah pakai mesin cunner
berbeda dengan awal-awal yang hanya bermodalkan pisau dan cukup memakan waktu,”
kata pria bertato tersebut.
Kini aksesoris tulang telah terbentuk
dengan sempurna. Biasnya Kosim memadukan tulang dengan biji-bijian atau elemen
lain seperti bulu hewan agar aksesoris yang dihasilkan lebih eksklusif dan
bervariatif.
“Inovasi kedepannya saya berencana
membuat jam tangan dari limbah. Kalo untuk Ladieg Art sendiri mungkin saya
ingin membuat saung yang lebih nyaman dan strategis di pusat kota biar produk
ini bisa lebih eksis dan dikenal masyarakat,” ujarnya.
Meskipun belum ada perhatian khusus
dari Dinas Kota Bandung, Kosim berharap hasil karyanya akan terus berkembang
dan turut mengharumkan nama pengrajin yang ada di Kota Kembang. Meskipun hanya
bermodalkan limbah, Kosim mampu menciptkan karya seni baru yang mampu menambah
gaya berbusana yang unik dan bernilai etnik.
Penulis / foto :
Feari Krisna @fearikrisna
Tidak ada komentar:
Posting Komentar